Friday 9 January 2015

Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi Pelanggarannya Pada Penyidikan Perkara Pidana


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi ”segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Suatu negara hukum menurut Friedrich Julius Stahl dalam bukunya Jimly Asshiddiqie yang berjudul, ”Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”, harus memiliki empat unsur pokok, yaitu :
a) pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia;
b) negara didasarkan pada teori trias politica;
c) pemerintahan didasarkan pada undang-undang (wetmatig bestuur);
d) ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) (Jimly Asshiddiqie, 2006 : 152).
Menurut Sri Soemantri negara hukum harus memenuhi unsur, yaitu :
a) pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;
b) adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
c) adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
d) adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (Sri Soemantri, 1992 : 29).
Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon negara hukum (rechtstaat), terdapat ciri-ciri sebagai berikut :
 a) adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b) adanya pembagian kekuasaan;
c) diakuinya dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (Philipus M. Hadjon, 1987 : 76).

 Atas dasar ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh beberapa para pakar hukum tersebut menunjukkan bahwa adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan di depan hukum (equality before the law). Hukum dengan tegas telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat lahiriyah, dan hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan para warga masyarakat. Dengan demikian hukum mempunyai sifat memaksa dan mengikat, walaupun unsur paksaan bukanlah merupakan unsur yang terpenting dalam hukum, sebab tidak semua perbuatan atau larangan dapat dipaksakan. Dalam hal ini, memaksakan diartikan sebagai suatu perintah yang ada sanksinya apabila tidak ditaati, dan sanksi tersebut berwujud sebagai suatu penderitaan yang dapat memberikan penjeraan bagi si pelanggar hukum. Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Memelihara keselarasan hidup di dalam masyarakat memerlukan berbagai macam aturan sebagai pedoman hubungan kepentingan perorangan maupun kepentingan dalam masyarakat. Akan tetapi tidak sedikit hubungan kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang berhubungan atau dalam lingkup hukum pidana. Oleh karena itu diperlukan suatu hukum acara pidana yang menjadi saluran untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana. (Bambang Poernomo, 1988: 1-3). Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat. Pengembangan hukum diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang bisa mengakomodasi tuntutan reformasi, hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif melalui program legislasi. Pengembangan hukum dilaksanakan melalui penegakan supremasi hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mencakup upaya kesadaran hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum, penegakan hukum, dan pelayanan hukum yang berintikan kebenaran, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan negara yang semakin tertib, teratur, dan lancar. Penyelenggaraan proses peradilan yang cepat, mudah, murah, terbuka, bebas: korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi bagian intern budaya hukum Indonesia. Perwujudan terhadap adanya kepastian hukum, dan keadilan telah menimbulkan bentuk-bentuk hukum pidana yang dirumuskan dalam suatu undang-undang maupun kitab undang-undang (kodifikasi). Bentuk-bentuk kodifikasi hukum pidana Indonesia telah dirumuskan secara materiil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan secara formil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hukum Acara Pidana Indonesia telah dituangkan ke dalam bentuk undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan ketentuan norma hukum acara pidana yang dirumuskan secara tertulis, yang disusun atas dasar nilai-nilai, dan asas-asas hukum yang bersifat umum guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Asas-asas hukum pidana mengalami pertumbuhan, dan perkembangan sesuai dengan perubahan, dan perkembangan dalam masyarakat. Pertumbuhan asas-asas umum hukum acara pidana sangat dipengaruhi oleh kebutuhan asas-asas khusus acara pidana dari hukum penyimpangan yang bersifat dinamis. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkan tidak dapat diatasi secara adil maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Dalam melindungi hak warga negara dan menciptakan proses hukum yang adil mencakup sekurang-kurangnya :
a) Perlindungan dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara;
b) Pengadilan yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka/terdakwa;
c) Sidang Pengadilan harus terbuka untuk umum (tidak boleh bersifat rahasia);
d) Tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya (Mien Rukmini, 2003 : 32).

Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap seorang tersangka maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana harus direalisasikan, khususnya didalam penyidikan perkara pidana, khusus pada tahap interogasi sering terjadi tindakan sewenang-wenang dari penyidik terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan langsung dari tersangka, namun cara-cara yang dilakukan seringkali tidak dapat dibenarkan secara hukum. Tersangka dalam memberikan keterangan kepada penyidik harus secara bebas tanpa adanya tekanan atau paksaan dari penyidik sehingga pemeriksaan dapat tercapai tanpa menyimpang dari yang sebenarnya. Pada tingkat pemeriksaan, penyidik hanyalah mencatat keterangan yang diberikan tersangka tanpa harus melakukan tindakan paksa agar tersangka memberikan keterangan yang dibutuhkan. Cara-cara kekerasan menurut ketentuan KUHAP tidak dapat dibenarkan karena merupakan tindakan yang melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah memberikan jaminan hukum atas diri tersangka guna mendapat perlindungan atas hak-haknya dan mendapat perlakuan yang adil didepan hukum, pembuktian salah atau tidaknya seorang tersangka atau terdakwa harus dilakukan didepan sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum. Oleh karena itu Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa kepentingan hukum dari individu dalam hal ini adalah pihak yang memperoleh tindakan penangkapan serta penahanan atas tersangka harus diperhatikan serta harus dilindungi, jangan sampai mendapat tindakan sewenang-wenang dari petugas penegak hukum (Wirjono Prodjodikoro, 1982 : 47). Berkaitan dengan uraian seperti yang dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hukum dengan judul : ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM HAK TERSANGKA DAN POTENSI PELANGGARANNYA PADA PENYIDIKAN PERKARA PIDANA.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana?

2. Bagaimana potensi pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana?

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2014 Belajar Hukum