Friday 19 December 2014

PERAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DALAM UPAYA PELINDUNGAN HAK KEPERDATAAN RAKYAT


1. Dasar hukum

Undang-Undang Dasar 1945;
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan;
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan; dan
Peraturan Presiden No 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.


2. Pembahasan
Hak keperdataan rakyat mempunyai ruang lingkup dan cakupan yang sangat luas. kalimat mengenai “Hak Keperdataan Rakyat” itu sendiri terdiri dari tiga suku kata yang mempunyai makna tersendiri. Dimulai dari yang dimaksud dengan hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. 
Sedangkan hal-hal menganai keperdataan tidak bisa lepas dari aspek individu sebagai subyek hukum dan hukum itu sendiri. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum adalah hukum perdata. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) sendiri terdiri dari empat bagian yaitu :



Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.



Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.



Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.



Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.



Dari kegiatan keperdataan yang meliputi perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan lain-lain pasti menghasilkan arsip. Arsip yang tercipta dari kegiatan tersebut merupakan arsip vital bagi individu masing-masing yang menyelenggarakan kegiatan, karena arsip tersebut merupakan rekaman kegiatan yang dapat menjadi bukti individu dalam berbagai kegiatan administrasi dan hal keperdataan yang lain. Kepemilikan arsip sebagai rekaman kegiatan keperdataan yang menjadi hak individu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 disebut dengan hak keperdataan rakyat. Yang dimaksud dengan hak-hak keperdataan rakyat meliputi: hak sosial, hak ekonomi, dan hak politik dan lain lain yang dibuktikan dalam arsip misalnya sertifikat tanah, ijazah, surat nikah, akte kelahiran, kartu penduduk, data kependudukan, surat wasiat, dan surat izin usaha. 
Yang pertama kita mulai membahas mengenai hak sosial, hak sosial disini bukan hanya hak kepentingan terhadap Negara saja, akan tetapi sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang disebut dengan hak sosial. Contoh: hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan, hak-hak ini bersifat positif sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.



Yang kedua mengenai hak politik, dimana hak politik merupakan salah satu hak dasar warga negara dalam sebuah negara untuk memilih ataupun dipilih sebagai pemimpin/perwakilan yang duduk dalam pemerintahan yang menganut paham demokrasi. Demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan warga, sudah barang tentu, dengan alasan apapun tidak bisa menghilangkan hak politik warga negara.



Apalagi disebabkan oleh persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi. Selain itu, hak politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus di laksanakan, tanpa kecuali.
Hak keperdataan rakyat lekat sekali dengan kegiatan administrasi kepundudukan karena sifatnya yang langsung bersinggungan dengan masyarakat dan memiliki keterkaitan erat dengan tertib administrasi. Berdasarkan pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa “Hal-hal Warga Negara dan Penduduk diatur dengan Undang-undang” yang ditindaklanjuti dengan Undang-undang    Nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dan seperangkat peraturan pelaksanaanya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang dimaksud dengan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.



Dalam rangka memberikan jaminan status hukum perdata bagi penduduknya, penyediaan data kependudukan yang akurat guna mensukseskan pemilu dan pemilukada, penyediaan data statistic yang valid untuk perencanaan diberbagai bidang pembangunan, dan dalam rangka membatasi ruang gerak terorisme yang akhir-akhir ini terus berkembang, maka pembangunan administrasi kependudukan merupakan tugas besar dan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota, secara terkordinasi, konsisten dan berkesinambungan.



Dalam mewujudkan tertib administrasi Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.  Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil sendiri bertujuan untuk memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk, perlindungan status hak sipil penduduk, dan mendapatkan data yang mutakhir, benar dan lengkap.



Di dalam kegiatan administrasi kependudukan setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh antara lain sebagai berikut:
Dokumen Kependudukan;
pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
perlindungan atas Data Pribadi;
kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan
ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana.



Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan disebutkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan Kearsipan salah satunya adalah untuk menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip autentik dan terpercaya.  Dalam Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juga menyebutkan bahwa data, dokumen kependudukan dan data pribadi penduduk wajib disimpan dan dilindungi oleh negara, hal ini senada dengan substansi yang diatur dalam Pasal 34 dan 35 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan terkait pelindungan dan penyelamatan arsip negara.



Contoh kasus peran negara dalam menjamin perlindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan arsip dan pemanfaatan arsip adalah sebagai berikut. Dalam hal administrasi kependudukan di catatan sipil, pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh arsip autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah arsip bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam "mencari kehidupan". Betapa tidak! Anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah mukrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari arsip-arsip vital berupa  akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang. Bayangkan bilamana dalam Kantor Catatan Sipil tidak melakukan pengelolaan arsip yang benar, maka akan mengakibatkan terhambatnya pelayanan kepada masyarakat bahkan menimbulkan kegaduhan sosial ketika masyarakat tidak dapat menelusuri asal-usul keluarganya karena arsip yang tersimpan di Kantor Catatan Sipil hilang, musnah atau bahkan rusak.
Peran negara menganai pelindungan dan penyelamatan arsip juga dapat dilihat dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Dalam Pasal 34 disebutkan bahwa:
Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g, baik terhadap arsip yang keberadaanya di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahan pertanggungjawaban setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan, pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat.
Negara secara khusus memberikan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah masalah pemerintahan yang strategis.



Negara menyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, dan terorisme.



Pelindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh ANRI, pencipta arsip, dan pihak terkait.
Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI dan pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional dilaksanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip daerah kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.
Dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyebutkan bahwa:
Tanggung jawab penyelamatan arsip lembaga negara yang digabung dan/atau dibubarkan, dilaksanakan oleh ANRI bersama dengan lembaga negara yang bersangkutan sejak penggabungan dan/atau pembubaran ditetapkan.

Dalam hal terjadi penggabungan dan/atau pembubaran suatu satuan kerja perangkat daerah, pemerintah daerah mengambil tindakan untuk melakukan upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah tersebut.
Upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah sebagai akibat penggabungan dan/atau pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh arsip daerah provinsi atau arsip daerah kabupaten/kota sesuai dengan ruang lingkup fungsi dan tugas.



Kegiatan pelindungan arsip kependudukan yang masuk dalam katergori arsip terjaga bertujuan untuk menjaga memori kolektif dari suatu bangsa terutama bagi rakyatnya. Kewenangan mengenai masalah kependudukan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri. Contoh arsip kependudukan yang akan menjadi arsip statis yang akan disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan, antara lain:
Arsip mengenai perencanaan kependudukan sebagai dasar perencanaan dan perumusan pembangunan nasional dan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan penduduk.
Arsip mengenai kebijakan dan sistem serta penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil untuk menghimpun data kependudukan, penertiban identitas dan pensyahkan perubahan status dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
Arsip mengenai kebijakan pengelolaan informasi hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sehingga mampu menyediakan data dan informasi kependudukan secara lengkap, akurat dan memenuhi kepentingan publik dan pembangunan dimasa mendatang ketika dibutuhkan untuk penelitian dan sebagainya.
Arsip mengenai Data pertumbuhan kependudukan di Indonesia tiap tahunnya.
Tanggung jawab mengenai pengelolaan arsip pun telah disebutkan dalam Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyebutkan “Pejabat atau orang yang bertanggung jawab dalam pengeloaan arsip dinamis wajib menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip yang dikelolanya”, juncto Pasal 29 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyebutkan “Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip.” Terdapat pula ketentuan pidana bagi orang maupun korporasi yang secara sengaja tidak menjaga keutuhan dan keselamatan arsip yaitu kurungan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- seperti yang tersirat dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2014 Belajar Hukum